Poskaltim.id, Samarinda — Forum Hakim Indonesia (FHI) menyerukan Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia yang pada pokoknya para hakim ingin memperjuangkan kesejahteraan, independensi dan kehormatan lembaga peradilan di Indonesia.
Juru bicara ad hoc tipikor dan FHI wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Haryanto, S.Ag., S.H. yang sehari-hari sebagai hakim Adhoc Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda menyatakan sebagai bentuk solidaritas perjuangan kepada hakim karir se-Indonesia hakim
Ad Hoc Tipikor dan FHI yang tergabung dalam Forum Solidaritas Hakim Ad Hoc Tipikor & FHI Indonesia (FS-HATPI) menyampaikan pernyataan sikap.
“Sebagai Apresiasi dan dukungan sepenuhnya atas perjuangan Solidaritas Hakim Indonesia yang memohon kepada Presiden untuk segera merevisi PP No 94 tahun 2012 tentang hak Keuangan dan Fasilitas Hakim dibawah Mahkamah Agung,” ucap Haryanto kepada wartawan pada Jum’at (4/10/2024).
Menurutnya, standar hidup layak seorang hakim seyogyanya sesuai dengan besarnya tanggung jawab profesi hakim. Selain itu tuntutan lainnya diantaranya tidak hanya terbatas berupa pembentukan regulasi mengenai perlindungan jaminan keamanan hakim, hingga pengesahan RUU Jabatan
FHI juga memohon agar memberikan pula fasilitas Pensiun atau tunjangan Purna Tugas sebagaimana diterapkan pada Pejabat Negara lainya, atau setidak-tidaknya disertakan dalam program BPJS Ketenagakerjaan (manfaat jaminan pensiun dan jaminan hari tua) yang besaran iurannya ditanggung oleh negara selama Hakim Ad Hoc menjabat. Mengenai penghitungan Uang Purna Tugas (Uang Pisah) bagi Hakim Ad Hoc dihitung dengan penyesuaian masa tugas masing-masing Hakim Ad Hoc.
Lukman sebagai hakim karir menambahkan berdasarkan Undang-undang, Hakim Karir bersama-sama dengan Hakim Ad Hoc melaksanakan tugas yudisial dalam menerima perkara, memeriksa perkara serta memutus perkara juga menandatangani Putusan Pengadilan, untuk jaminan terhadap keterlibatan hakim Ad Hoc sehingga tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.
“Kami menegaskan bahwa hakim Ad Hoc maupun hakim karir sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya seharusnya sama-sama berstatus sebagai pejabat negara. Oleh karena itu pengecualian hakim Ad Hoc bukan sebagai pejabat negara yang tertuang dalam Pasal 58 huruf e UU No 20 tahun 2023 tentang ASN, yang menimbulkan multi tafsir harus dihapus atau dicabut,” tambahnya. (yul/mn)