Poskaltim.id, Jakarta — PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), berhasil menutup tahun 2020 yang penuh tantangan berat ini dengan kinerja produksi yang melebihi target dan berbagai catatan keberhasilan.
Walaupun di tengah pandemi Covid-19, PHM tetap mampu memproduksi minyak dan gas di atas target. Produksi liquid (minyak dan kondensat) mencapai 29,4 kbpd dimana angka usulan WP&B: 28,4 kbpd (realisasi 24 Desember 2020), dan produksi gas (wellhead) mencapai 605,5 mmscfd dimana angka usulan WP&B: 588 mmscfd (realisasi 24 Desember 2020).
Begitupun dalam hal keselamatan kerja, di penghujung tahun 2020 ini PHM telah mencapai 923 hari, atau lebih dari 76 juta jam kerja manusia (manhours), tanpa kejadian yang menyebabkan kehilangan hari kerja atau tanpa LTI.
General Manager PHM, Agus Amperianto, menambahkan, pada tahun ini PHM juga memperoleh Penghargaan Keselamatan Migas Patra Nirbhaya Adinugraha 1 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Selain itu, juga didapatkan Penghargaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dari Kementerian Ketenagakerjaan. Kedua penghargaan ini merupakan pengakuan atas kinerja Keselamatan Kerja PHM,” jelasnya.
Terkait aspek pengelolaan lingkungan, PHM meraih Proper Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk kelima lapangan produksinya, yaitu: Bekapai Senipah Peciko South Mahakam (BSP), South Processing Unit (SPU), North Processing Unit (NPU), Central Processing Area (CPA), dan Central Processing Unit (CPU).
“Selain itu, Lapangan Senipah Peciko South Mahakam (SPS) – Peciko Processing Area (PPA) menerima sertifikasi ISO 50001 untuk implementasi Sistem Manajemen Energi. Penerapan ISO 50001 ini merupakan pengakuan beyond compliance dari PERMEN ESDM 14/2012 yang mewajibkan penerapan manajemen energi untuk perusahaan yang menggunakan energi lebih dari 6.000 ton oil equivalent,” kata Agus Amperianto.
Dalam hal pengeboran sumur, PHM telah mengebor 79 sumur pengembangan (dari target 78 sumur dalam WP&B. Target pengeboran sumur ini tercapai, antara lain berkat berbagai inovasi yang dikembangkan dalam operasi pengeboran, yang bisa menurunkan durasi dan biaya pengeboran.
Salah satunya dengan penerapan teknik pengeboran tanpa rig (rigless) untuk mengerjakan sumur dan menggantikannya dengan Hydraulic Workover Unit (HWU) baik di wilayah delta maupun lepas pantai. Metode rigless ini terbukti secara signifikan menekan biaya pengerjaan sumur.
Inovasi lain yang dikembangkan untuk efisiensi adalah penerapan arsitektur sumur One Phase Well (OPW), yang berhasil secara signifikan memangkas biaya pengeboran menjadi jauh lebih rendah bila dibandingkan penggunaan arsitektur Shallow Light Architecture (dengan 2 fase pengeboran) yang sebelumnya diterapkan.
Inovasi lain yang dibuat para engineer di PHM adalah metode slot recovery. Dengan metode ini, platform yang adalah kepala sumur (well head) dari sejumlah sumur yang sudah tidak berproduksi dimanfaatkan untuk mengebor sumur baru.
Dengan teknik pengeboran side-track menggunakan HWU pada sumur-sumur re-entry, dan memanfaatkan komponen selubung pengeboran dari sumur-sumur lama, PHM berhasil menjaga keekonomian sumur-sumur pengembangan, antara lain karena tidak perlu membuat platform baru yang mahal harganya.
Berkat berbagai inovasi tersebut, pada bulan Desember ini, PHM berhasil memecahkan dua rekor pengeboran tercepat, yaitu: di sumur delta TN-T165 di Lapangan Tunu dalam waktu 2,15 hari, dengan kedalaman 1.409 mMD, pada 8 Desember 2020, dan sumur offshore PK-B8.G1 di Lapangan Peciko dalam waktu 10,96 hari, dengan kedalaman 4.343 mMd, pada 25 Desember 2020.
“Berbagai Keberhasilan ini merupakan buah kerja keras Perwira PHM dalam mewujudkan operasi migas yang handal, efisien, aman, dan berwawasan lingkungan. Untuk itu, kami berterima kasih atas kerjasama dan dukungan yang diberikan para pemangku kepentingan kepada kami,” kata Agus Amperianto.(YA/Foto: PT PHM)