Poskaltim.id, Samarinda – Setelah puluhan tahun menjadi kader Partai Demokrat Kota Samarinda yang loyal, akhirnya politisi senior di Kalimantan Timur, Achmad Sukamto bersama enam Pengurus Anak Cabang Kecamatan, melepaskan baju kebesaran partai berwarna biru tersebut. Sukamto dan pengurus cabang di Samarinda tersebut kecewa dengan kaderisasi partai yang tidak berjalan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai.
“Mulai hari ini, Saya dan enam pengurus cabang di Samarinda mengundurkan diri dan mengembalikan baju partai dan Kartu Tanda Anggota kami. Saya kecewa, kaderisasi di dalam partai tidak berjalan semestinya,” tegasnya usai jumpa pers di Warkop Bagio’s Samarinda, pada Selasa sore (14/6/2022).
Sukamto yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD dan Wakil Ketua DPRD Samarinda ini mengungkapkan, ada oknum-oknum di dalam partai Demokrat yang dapat mengatur jenjang kaderisasi.
Oknum-oknum tersebut, ujar Sukamto, tidak dapat membedakan mana yang kader partai yang berjuang dari awal dan mana anggota yang hanya menjadi sukarelawan.
* Saat-saat politisi senior Partai Demokrat Kaltim, Achmad Sukamto beserta enam PAC Samarinda mengundurkan diri dan melepas baju kebesaran Partai Demokrat.
Ke-enam Pengurus Anak Cabang di Samarinda yang mengundurkan diri dan keluar dari Partai Demokrat yaitu PAC Samarinda Ulu, Samarinda Ilir, Palaran, Samarinda Seberang, Loa Janan Ilir dan PAC Kecamatan Sambutan. Selain itu turut pula mengundurkan diri yaitu Wakil Sekretaris 1 DPD Kaltim, H. Muhammad Firmanuddin dan beberapa orang pengurus DPD lainnya yaitu Teguh Rizki Fauzi dan Dian Wahyudi.
Dipastikan gejolak dalam partai ini akan terus berlanjut seiring keluarnya H Sukamto ini. Apalagi selama menjadi kader partai dengan pengalaman 15 tahun, tentu Sukamto memiliki banyak anggota dan relawan yang mendukung dan berpihak kepadanya.
Ada empat poin yang disampaikan Sukamto pada pengunduran dirinya dari Partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ini, yaitu kaderisasi di partai yang dinilai tidak sistematis dan mengayomi kader yang memiliki loyalitas tinggi, terlalu pragmatisnya oknum Pengurus Pusat Partai yang mengedepankan suka dan tidak suka terhadap seseorang (like and dislike), dan ketiga adalah tidak adanya standarisasi oleh pengurus pusat partai dalam memilih seseorang untuk menduduki jabatan ketua.
“Saya menilai partai yang selama ini saya cintai dan banggakan sudah tidak sejalan dengan nilai-nilai perjuangan dan idealisme partai. Daripada saya di dalam (partai) dan menjadi bagian yang rusak, maka lebih baik saya mengundurkan diri dan akan melirik partai lainnya,” tegasnya.(Penulis : Yuliawan Andrianto)