Aneka hasil olahan rotan yang dianyam menuntut ketelitian dan keterampilan yang tinggi, menggunakan teknik yang diajarkan turun-temurun, mulai dari pola sederhana hingga yang kompleks.

Long Beliu Menganyam Warisan Leluhur di Tengah Ancaman Modernisasi

DALAM rimbunnya hutan tropis Nusantara, tradisi menganyam rotan adalah sebuah ritual kuno, lebih dari sekadar kerajinan tangan. Ia adalah kearifan lokal yang mentransformasi liana (tumbuhan merambat) yang lentur menjadi perisai fungsional bagi kehidupan masyarakat adat, sekaligus simbol ketahanan budaya yang diwariskan turun-temurun.

Seni menganyam rotan, yang terutama dihidupkan oleh Suku Dayak di Kalimantan, sarat akan makna filosofis. Setiap jalinan dan pola bukan sekadar estetika, melainkan cerminan sistem nilai, kisah leluhur, bahkan kepercayaan akan simbol perlindungan. Rotan, yang merupakan sumber daya terbarukan, menegaskan kearifan lokal dalam memanfaatkan alam secara berkelanjutan, berbeda dengan kayu.

Namun, tradisi adiluhung ini tak luput dari tantangan. Meluasnya perkebunan dan tambang mengancam hutan, habitat alami rotan. Para pewaris tradisi kini harus berjuang keras menjaga warisan yang terancam punah.

Di tengah perjuangan tersebut, muncul semangat baru dari Kampung Long Beliu, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau. Kampung yang dikenal sebagai sentra kerajinan rotan ini tengah berproses menjadi Pusat Ekowisata Kampung Rotan, membuktikan bahwa tradisi dapat menjadi motor kesejahteraan.

Di sana, tradisi menganyam yang sudah mengakar kuat digelorakan kembali oleh sekelompok pengrajin, mayoritas adalah ibu rumah tangga. Salah satunya adalah Ibu Baun, yang karyanya mencerminkan perpaduan keahlian lama dan sentuhan modern.

“Kami belajar dari orang tua, tapi sekarang juga sudah ada pelatihan dan pendampingan. Jadi hasilnya lebih bervariasi dan lebih rapi,” ujar Ibu Baun.

Rumah inilah salah satu tempat berkumpulnya pengrajin rotan di Kampung Long Beliu, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau.

Rumah produksi yang menaungi sekitar 20 perajin lokal ini fokus memproduksi barang bernilai jual tinggi, mulai dari tatakan gelas, piring, vas bunga, hingga wadah multifungsi. Setiap produk adalah hasil dari ketelitian tinggi dan kerja manual yang memakan waktu satu hingga dua hari.

Perjuangan para perajin Long Beliu menunjukkan dedikasi yang luar biasa. Meski terkendala karena bahan baku rotan masih harus didatangkan dari luar daerah, semangat mereka tak pernah surut. Mereka percaya bahwa karya dari kampung kecil pun bisa bernilai besar bila dikerjakan dengan ketulusan.

Karya anyaman Long Beliu yang estetik dan alami kini sudah menembus pameran tingkat kabupaten dan provinsi, diminati sebagai pelengkap interior rumah dan kantor. Melalui pengelolaan Ekowisata Kampung Rotan, masyarakat berharap dapat memadukan upaya pelestarian lingkungan dengan peningkatan kesejahteraan.

Kampung Long Beliu menjadi contoh nyata sinergi antara pelestarian alam dan penerapan kearifan lokal yang berkelanjutan. Di setiap anyaman yang terajut, terdapat narasi tentang harapan, kerja keras, dan warisan budaya yang harus dijaga untuk generasi mendatang.(*/)

Sudah terbit pada situs https://beraukab.go.id/news/dari-anyaman-rotan-long-beliu-bangun-ekowisata-berbasis-kearifan-lokal

About Redaksi

Check Also

Lailani Fitrah Ramadhani Bangkit dari Kehilangan dan Siap Jadi Pemeran Film Bioskop “Sekawan Limo 2″

Jakarta – Lailani Fitrah Ramadhani tengah menjalani syuting perdananya di film bioskop “Sekawan Limo 2” …

Penelusuran Sejarah: Jalan Poros Balikpapan – Samarinda, Mulai Dibangun Tahun 1961

Catatan: Muhammad Asran (Pemerhati Sejarah di Balikpapan) PADA awalnya jalan poros yang menghubungkan Samarinda dengan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *