Poskaltim.id, Samarinda — Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Timur (Disdikbud Kaltim) Muhammad Kurniawan mengatakan pemerintah memiliki peran dalam pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Pengutamaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah nantinya.
Tanggapan ini diberikan Kurniawan karena dalam waktu dekat DPRD Kaltim berencana akan melaksanakan Uji Publik Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah.
“Perda inisiatif DPRD Kaltim ini dibuat dalam rangka pembinaan serta perlindungan bahasa dan sastra daerah yang ada di Bumi Etam, Kaltim. Disdikbud Kaltim maupun Kantor Balai Bahasa tentunya hanya sebagai pengampu dalam pelaksanaannya,” ujarnya pada Senin (10/7/2023).
Ditambahkannya, tindaklanjut apabila Ranperda tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah sudah disahkan nantinya oleh eksekutif bersama legislative, maka akan dibuatkan peraturan gubernur atau acuan teknis lainnya.
“Nantinya setelah Ranperda ini disahkan menjadi Perda, tentunya akan ditindaklanjuti juga oleh pemerintah provinsi. Kita akan membuat lagi aturan yang sifatnya lebih teknis. Contohnya, seperti pembuatan peraturan gubernur atau acuan teknis lainnya. Pada dasarnya, kami mendukung hal-hal baik untuk Provinsi Kaltim,” tegasnya.
Uji publik oleh DPRD Kaltim rencananya akan diselenggarakan sekitar pertengahan bulan Juli, karena uji publik Ranperda ini akan dilaksanakan oleh Pansus mulai tanggal 11 hingga 13 Juli 2023.
Sementara itu, Ketua Pengutamaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah, Veridiana Huraq menjelaskan agenda Ranperda ini menuju finalisasi setelah dilakukannya uji publik.
“Kita tengah melakukan persiapan uji publik pertengahan Juli ini. Untuk target pengesahannya masih belum bisa ditentukan karena setelah uji publik, biasanya yang lama itu proses di Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” jelasnya.
Dalam pembahasan Ranperda inisiatif DPRD Kaltim ini, masalah sertifikasi menjadi hal yang cukup lama dibahas. Veridiana menjelaskan bahwa ada asumsi jika yang boleh mengajarkan bahasa daerah itu hanyalah guru yang telah bersertifikasi dan merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Padahal dalam prakteknya, yang mengajarkan bahasa daerah boleh selain non-ASN.
“Akhirnya kita ketemu jalan keluarnya, kita menyebutnya sebagai pengajar. Itu artinya, siapa saja boleh menjadi pengajar bahasa daerah, baik ASN maupun non-ASN. Dengan catatan mereka merupakan seorang pengajar,” jelasnya.(yul/adv/disdikbudkaltim)