SAMARINDA – Di tengah keprihatinan akan kondisi Sungai Karang Mumus (SKM) yang kian tercemar, sebuah gerakan kecil yang dimulai satu dekade lalu telah tumbuh menjadi garda terdepan perjuangan lingkungan di Samarinda. Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) kini tidak lagi hanya sekadar komunitas pembersih sungai. Mereka adalah perintis, pendidik, dan mitra utama pemerintah dalam memulihkan nadi kota yang sekarat.
Pada Minggu (21/9), ratusan orang dari berbagai kalangan berkumpul di Pangkalan GMSS-SKM, Jalan Abdul Muthalib. Mereka bukan hanya merayakan hari jadi ke-10, tetapi juga membuktikan komitmen lewat aksi nyata. Lomba Memungut Sehelai Sampah dan Lomba Stand Up Paddle menjadi simbol bahwa menjaga lingkungan adalah sebuah kegiatan yang bisa dilakukan dengan ceria dan penuh semangat.

Berbicara soal GMSS-SKM, tak lepas dari nama Misman, sang pendiri yang juga penerima penghargaan Kalpataru 2023. Berawal dari keprihatinannya melihat sungai yang dipenuhi sampah, ia memulai langkah sederhana: memungut sampah “sehelai demi sehelai”. Aksi kecil ini menular, dan kini ribuan relawan telah bergabung, membuktikan bahwa dampak besar bisa dimulai dari inisiatif individu.
Kehadiran Wakil Wali Kota Samarinda, H. Saefuddin Zuhri, dalam acara ini menunjukkan eratnya sinergi antara komunitas dan pemerintah. Zuhri, yang juga salah satu pendiri GMSS-SKM, mengakui bahwa upaya menjaga kebersihan kota mustahil dilakukan pemerintah sendirian. “Pemkot perlu dukungan dari semua elemen masyarakat, komunitas, organisasi, pihak swasta, hingga pelajar,” ungkapnya.

GMSS-SKM telah menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat. Mereka tidak hanya melakukan aksi bersih-bersih, tetapi juga mendirikan Sekolah Sungai Karang Mumus (SeSuKaMu) untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga sungai.

Di tengah kondisi SKM yang masih memprihatinkan akibat limbah dan padatnya permukiman, perjuangan GMSS-SKM adalah cerita tentang harapan. Mereka membuktikan bahwa perubahan tidak harus menunggu kebijakan besar. Ia dimulai dari kesadaran kolektif untuk memungut sehelai sampah, satu demi satu, hingga nadi yang “hampir mati” itu terus berdenyut.(*/MAF/KMF-SMR)
Foto: Ig pemkot.samarinda
PosKaltim.id Informatif dan Mencerdaskan