Poskaltim.id, Riau — Pada 7-14 Februari 2025 lalu tim peneliti dari Belantara Foundation berkolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Pakuan, dan Universitas Andalas, melakukan sebuah kajian keanekaragaman fauna burung di areal batas antara hutan alam dan hutan tanaman di Stasiun Penelitian Humus Cagar Biosfer GSK-BB ini.
Salah satu anggota tim peneliti Dr. Dolly Priatna mengatakan selain untuk melihat efek tepi dan hubungan antara habitat hutan alam dan hutan tanaman bagi komunitas fauna burung, kegiatan ini juga bertujuan untuk pemutakhiran data jenis burung yang ada di Cagar Biosfer GSK-BB, khususnya di Stasiun Penelitian Humus.
“Fauna burung memiliki peran yang amat penting bagi kelangsungan sebuah ekosistem, karena mereka dapat membantu dalam pemencaran biji (seeds dispersal) dari berbagai jenis pohon hutan, serta berfungsi sebagai pengendali hama tanaman pertanian (biological control)”, ujar Dolly yang merupakan Direktur Eksekutif Belantara Foundation.
“Dengan mengetahui potensi jenis burung yang hidup di Stasiun Penelitian Humus ini, kita dapat memanfaatkannya sebagai salah satu bahan monitoring, evaluasi, serta pengelolaan jangka panjang kawasan cagar biosfer ini,” tandas Dolly, yang juga merupakan pengajar pada Program Studi Manajemen Lingkungan di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.
Berdasarkan hasil inventarisasi jenis burung di zona hutan alam (HA), zona hutan tanaman (HT), dan zona transisi antara HA dan HT menggunakan metode titik hitung (Point Count) dan jaring kabut (mist net), dijumpai 87 jenis burung.
Berdasarkan status konservasinya, terdapat 14 jenis burung yang masuk ke dalam kategori jenis burung dilindungi pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri LHK No.106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Jenis-jenis burung tersebut yaitu burung cangak laut (Ardea sumatrana), alap-alap capung (Microchierax fringilarius), betet ekor panjang (Psittacula longicauda), serindit melayu (Loriculus galgulus), julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), takur ampis sumatra (Calorhamphus hayii), kipasan belang (Rhipidura javanica), tiong emas (Gracula religiosa), luntur putri (Harpactes orrhophaeus), burung madu sepah raja (Aethopyga siparaja), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus) dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).
Berdasarkan status keterancaman, terdapat satu jenis burung, yaitu julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), yang berstatus terancam punah atau Endangered (EN) berdasarkan daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah organisasi internasional yang sejak 1948 menjadi otoritas global mengenai status alam dan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindunginya.
Mengacu pada daftar merah tersebut, terdapat enam jenis burung, yaitu betet ekor panjang (Psittacula longicauda), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), luntur putri (Harpactes orrhophaeus), dan kacamata biasa (Zosterops melanurus), yang berstatus rentan terhadap kepunahan atau Vulnerable (VU).
Selain itu, Terdapat enam jenis burung yang masuk kategori hampir terancam punah atau Near Threatened (NT), antara lain alap-alap capung (Microchierax fringilarius), perenjak jawa (Prinia familiaris), cipoh jantung (Aegithina viridissima), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), ciung air pongpong (Mabronous ptilosus), dan sempur hujan darat (Eurylaimus ochromalus).
Berdasarkan status perdagangan internasional CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), terdapat sembilan jenis burung masuk ke dalam Appendix II, yaitu daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi akan terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Jenis-jenis burung tersebut adalah alap-alap capung (Microchierax fringilarius), betet ekor panjang (Psittacula longicauda), serindit melayu (Loriculus galgulus), julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), tiong emas (Gracula religiosa), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).
Tak kalah penting, terdapat lima jenis burung migran yang berhasil diidentifikasi, yaitu burung kirik-kirik laut (Merops philippinus), bentet loreng (Lanius tigrinus), baza hitam (Aviceda leuphotes), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), dan sikatan bubik (Muscicapa dauurica).
“Cagar Biosfer GSK-BB merupakan sebuah bentang alam penting sebagai persinggahan, sebagai tempat mencari makan dan istirahat berbagai jenis burung migran, di saat musim dingin di belahan bumi bagian utara,” ucap Dr. Wilson Novarino, seorang peneliti burung senior dari Universitas Andalas.
Adi Susilo, peneliti ekologi senior dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan bahwa sangat penting menjaga keutuhan blok-blok hutan alam di dalam areal hutan tanaman, karena dapat berfungsi sebagai stepping stone bagi jenis-jenis burung yang memiliki jelajah luas. “Blok-blok hutan alam di dalam hutan tanaman ini juga sangat berpotensi dalam meningkatkan keanekaragaman fauna burung di wilayah tersebut,” ujar Adi.(yul/*)