Hutan Kalimantan memang terkenal memiliki kayu-kayu dengan jenis kayu berkualitas. Namun, keberadaan kayu-kayu alam ini kini sulit didapatkan. Jikapun ada di pasaran, harganya sangat mahal.
Produksi kayu-kayu yang cepat tumbuh besar (grow fasting) semacam Akasia, Sengon, Jabon atau Kayu putih atau Pulai yang ditanam perusahaan dan masyarakat, lebih ekonomis dijual untuk dijadikan pulp kertas.
Ketua Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Samarinda, Dr. Ir. Tumingan, MT menjelaskan kayu-kayu dari hutan Kalimantan umumnya bertekstur keras dan sangat keras. Sebut saja Ulin atau Bengkirai. Kedua kayu ini tidak cocok dibuat bahan mebel karena jika dipaku akan retak atau pecah.
“Sebenarnya kayu apapun dapat digunakan untuk bahan mebel. Namun kayu keras Kalimantan seperti Ulin dan Bengkirai lebih sulit digunakan karena mudah pecah ketika dipaku. Kayu jenis Meranti dan Arau baik digunakan untuk mebel. Namun harganya dipasaran kini sudah lumayan mahal,” jelasnya.
Ditambahkan jika penggunaan untuk mebel, biasanya kayu yang digunakan adalah kayu-kayu bertekstur alot. Artinya ringan tetapi tidak mudah pecah walaupun dipaku, walaupun di bor.
Untuk kayu Kalimantan berjenis ringan dan lentur seperti Meranti, Kapur ataupun Arau, jika tidak mendapatkan perlakuan lanjutan, seperti penjemuran yang sempurna maka kayu yang digunakan akan terjadi penyusutan terhadap barang yang diolah.
“Kayu Arau misalnya, selain sulit didapatkan dan harganya lumayan, tingkat penyusutannya cukup besar. Dalam satu hingga dua tahun penyusutannya antara satu hingga dua centimeter. Padahal kayu ini kualitasnya setara dengan kayu Jati,” jelasnya.

Alasan itulah saat pelatihan moulding dan mebeler yang dilaksanakan oleh Jurusan Teknik Sipil Politeknik Samarinda, peserta menggunakan kayu bekas peti kemasan yang kerap disebut kayu palet atau jati belanda.
Kayu jenis ini termasuk kayu ringan, bertekstur bagus, dan harganya murah karena merupakan limbah bekas pakai kemasan barang. Tumingan menjelaskan biasanya kayu paket yang dipakai untuk mengemas rangka barang adalah kayu dari pohon bidara, waru dan beberapa menggunakan pinus dan sengon.
Ketika ditanya peluang usaha moulding dan mebeler di Kaltim, Tumingan mengatakan peluangnya masih terbuka sangat lebar sekali. Indikasinya adalh banjirnya produk-produk mebel di pasaran. Banyak merek-merek terkenal nasional yang masuk ke Kaltim.
Pendapat ini tidaklah berlebihan jika dilihat dari tingkat pendapatan penduduk dan jumlah penduduk yang terus bertambah di 3 kota besar Kaltim seperti Balikpapan, Samarinda dan Bontang.
Tantangan ke depan untuk perkembangan moulding dan mebeler adalah semakin minimnya kayu-kayu khas kalimantan yang semakin langka dan mahal. Selain itu masih rendahnya sumber daya manusia dalam menggunakan alat mekanis permesinan juga menjadi kendala.
Beberapa peserta pelatihan dalam program pengabdian kepada masyarakat ini memang berlatar belakang sebagai tukang kayu pembuat mebel. Bahkan ada peserta yang telah memiliki usaha moulding, namun masih menggunakan alat manual ataupun semi mesin.
“Peluang meubeler di Kaltim masih sangat besar. Barang-barang yang ada datangnya dari luar Kaltim dan memakai sistem bongkar-pasang serta harganya yang mahal. Jika banyak tenaga tukang terampil dan ahli membuat moulding dan mebeler, akan sangat bersaing dengan merek luar Kaltim,” ucap Tumingan.(Penulis: Yuliawan Andrianto)