Kampung Ketupat, Contoh Wisata Pemberdayaan Masyarakat

Suara mesin kapal di buritan cukup memekakkan telinga. Perjalanan sekitar 15 menit menyeberangi Sungai Mahakam dari Samarinda Kota menuju Kecamatan Mangkupalas berjalan lancar karena ombak tenang.

Ada tiga objek wisata yang dapat dikunjungi ketika berwisata ke Kelurahan Mangkupalas ini. Pertama wisata religi Masjid Shirathal Mustaqiem dan yang berikutnya adalah Kampung Ketupat dan yang ketiga adalah Kampung Tenun Sarung Samarinda.

Jika menuju Kampung Ketupat, suasana pelabuhan sangat sederhana. Boleh dibilang ini bukan standar pelabuhan umum tetapi hanya tempat menurun dan menaikkan penumpang warga setempat saja. 

Jika air sungai pasang atau terlalu surut maka kapal yang disebut tambangan oleh masyarakat setempat ini akan sulit untuk merapat. Tidak jarang penumpang harus meniti satu kapal ke kapal lainnya untuk bisa sampai ke daratan atau sebaliknya. 

Tentu dari segi keamanan dan kenyaman  sangat beresiko. Jika salah mengambil pijakan ataupun kaki terpeleset, resiko jatuh ke sungai Mahakam nana mat dalam, akan mengancam setiap penumpang.

Berjalan sekitar 50 meter dari “pelabuhan” sederhana ini, barulah kita bertemu dengan plaza yang bertuliskan Kampung Ketupat. Tulisan ini terbuat dari susunan kayu menumpuk  serta diberikan ornamen khas Kaltim. Lantai plaza diberi ubin keramik warna-warni serta tempat duduk kecil di kedua sisinya.

Keceriaan anak-anak khas kampung nelayan cukup terasa. Begitupun dengan aktivitas para kaum wanita yang dengan jemari lentiknya menganyam helaian daun pohon Nipah (Nypa fruticans).

Seorang pengunjung Desa wisata Kampung Ketupat sedang belajar membuat kulit ketupat. Praktek langsung membuat kulit ketupat ini merupakan daya tarik bagi pengunjung jika berkunjung ke desa wisata ini.

“Kami tidak menggunakan daun pohon kelapa. Tetapi dari daun Nipah untuk membuat ketupatnya. Karena lebih kuat dan lebih lebar,” ujar warga  bernama Juliansyah, ramah menyambut (Rabu, 20/10/2021).

Diterangkannya, nelayan daun Nipah tersebut sengaja diambil dari kawasan muara Sungai Mahakam. Karena di delta Mahakam ini, banyak sekali pohon Nipah tumbuh dengan subur da merupakan tanaman liar.

Daun Nipah yang telah diambil kemudian dijemur agar daunnya lentur ketika dibentuk menjadi ketupat kecil maupun ketupat ukuran besar. Ketupat ukuran besar ini biasanya untuk pendamping hidangan Soto Banjar, yang memang tidak menggunakan nasi melainkan menggunakan lontong atau ketupat.

Kulit ketupat yang telah dianyam biasanya disatukan menjadi ikatan besar dengan jumlah 50 dan 100 buah.  Setiap 100 buah kulit ketupat dijual dengan harga bervariasi antara Rp20.00 hingga Rp30.000. Penjualannya tersebar di beberapa pasar tradisional besar di Samarinda kota, seperti Pasar Pagi dan Pasar Segiri.

Juliansyah mengaku jika ia dan warga lainnya sangat senang dengan kehadiran Astra yang menjadikan kampong mereka sebagai “Kampung Berseri Astra”. Menurutnya, dengan pendampingan Astra, warga memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan tambahan. Sebut saja, ucapnya, pengetahuan tentang sanitasi lingkungan dan bank sampah.

“Kami senang karena sejak menjadi Kampung Berseri Astra dan dukungan Pemerintah kota Samarinda, kampong kami yang semua sedikit kumuh dan tidak terkenal, kini menjadi lebih asri dan banyak didatangi masyarakat,” ujarnya.

itu, Dosen Politeknik Negeri Samarinda, M. Fauzan Noor , SE Par, M.Par. mengatakan destinasi wisata Masjid tua Sirathal Mustaqiem dan Kampung Ketupat masuk dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Samarinda.

“Masjid Sirathal Mustaqiem mewakili wisata religi dan Kampung Ketupat sebagai contoh kampung wisata berkonsep wisata pemberdayaan masyarakat atau base community tourism,” jelas Fauzan.(Penulis : Yuliawan Andrianto)

About Redaksi

Check Also

Pawai Kirab Budaya Awali Rangkaian TIFAF 2023

Poskaltim.id, Kutai Kartanegara – Rangkaian acara International Folk and Art Festival (TIFAF) tahun 2023 diawali …

Meriahnya Puncak Pesta Adat dan Budaya Lom Plai 2023

Poskaltim.id, Kutai Timur — Kegiatan Pesta Adat Lom Plai yang digelar di Desa Nehas Liah …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *